Pengumuman Pengumuman !!!

Assalamualaikum Wr Wb

Pengumuman pengumuman !!! :D
(serasa jadi pejabat negara ya, yang lagi ngumumin naiknya harga BBM, :p)

Sehubungan dengan telah dibuatnya web karya saya (bunda davina) oleh suami tercinta, maka blog rumahkreasidavina.blogspot.com berubah menjadi rumahkreasidavina.com. Teman-teman yang mau lihat karya saya boleh, kunjungi saja web kami ya, siapa tau inspirasi akan datang dan berniat untuk menjadi crafter seperti saya (walopun saya juga belum dibilang mahir, hihihi), kita belajar bersama yuk bunda, emak, tante, siapa tau bisa menjadi tambahan penghasilan. So, be a smart woman, karena kita ga tau apa yang akan terjadi di kemudian hari jika kita tidak belajar dan mencari ilmu.

Sekian...

Wassalamualaikum Wr Wb.

Salam Crafter Indonesia, MMuaaach

BAGAIMANA FOOD COMBINING ALA RASULULLAH

Assalamualaikum wr wb,

kali ini saya akan mencoba mengambil materi yang telah di sharing oleh kawan saya di Islamic Parenting Comunity (IPC), mohon maaf jika tulisan ini belum saya cantumkan siapa yang menulisnya, karena hanya berbentuk tulisan materi saja yang di share oleh teman saya, siapapun yang menulisnya, saya minta izin share nya ya bu,pak,mba,mas, dek, kak :)   

Jauh sebelum teori Food Combining ditemukan, ternyata 14 abad silam.Rasulullah telah menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Prof. Dr. Musthofa Rimadhon memberikan beberapa gambaran pola hidup sehat Rasulullah berdasarkan berbagai riwayat yang bisa dipercaya, sebagai berikut: 
1. Asupan awal kedalam tubuh Rasulullah adalah udara segar pada waktu subuh. Beliau bangun sebelum subuh dan melaksanakan qiyamul lail. Para pakar kesehatan menyatakan, udara sepertiga malam terakhir sangat kaya dengan oksigen dan belum terkotori oleh zat-zat lain, sehingga sangat bermanfaat untuk optimalisasi metabolisme tubuh. Hal itu sangat besar pengaruhnya terhadap vitalitas seseorang dalam aktivitasnya selama seharian penuh.  
2. Di pagi hari pula Rasulullah saw membuka menu sarapannya dengan segelas air dingin yang dicmpur dengan sesendok madu asli. Ditinjau dari ilmu kesehatan, madu berfungsi untuk membersihkan lambung, mengaktifkan usus-usus dan menyembuhkan sembelit, wasir dan peradangan. 
3. Masuk waktu dhuha (pagi menjelang siang), Rasulullah senantiasa mengonsumsi tujuh butih kurma. 
4. Menjelang sore hari, menu Rasulullah biasanya adalah cuka dan minyak zaitun. Selain itu, Rasulullah juga mengonsumi makanan pokok seperti roti. Manfaatnya banyak sekali, diantaranya mencegah lemah tulang, kepikunan di hari tua, melancarkan sembelit,menghancurkan kolesterol dan melancarkan pencernaan. Roti yang dicampur cuka dan minyak zaitun juga berfungsi untuk mencegah kanker dan menjaga suhu tubuh di musim dingin. 
5. Di malam hari, menu utama makan malam Rasulullah adalah sayur-sayuran. Secara umum, sayuran memiliki kandungan zat dan fungsi yang sama yaitu menguatkan daya tahan tubuh dan melindungi dari serangan penyakit. 
6. Rasulullah saw tidak langsung tidur setelah makan malam. Beliau beraktivitas terlebih dahulu supaya makanan yang dikonsumsi masuk lambung dengan cepat dan baik sehingga mudah dicerna. 
Fakta-fakta di atas menunjukkan pola makan Rasulullah ternyata sangat cocok dengan irama biologi berupa siklus pencernaan tubuh manusia yang oleh pakar kesehatan disebut circadian rhytme (irama biologis). Inilah yang disebut dengan siklus alami tubuh yang menjadi dasar penerapan Food Combining (FC). 
Selain itu, ada beberapa makanan yang dianjurkan untuk tidak dikombinasikan untuk dimakan secara bersama-sama. 
Makanan-makanan tersebut antara lain: 
1. Jangan minum susu bersama makan daging 
2. Jangan makan ayam bersama minum susu 
3. Jangan makan ikan bersama telur 
4. Jangan makan ikan bersama daun salad 
5. Jangan minum susu bersama cuka 
6. Jangan makan buah bersama minum susu  
Rasululah SAW pernah mengingatkan bahwa jangan pernah makan ikan bersama susu, karena akan cepat mendapat penyakit. Hal ini terbukti karena para ilmuwan menemukan bahwa daging ayam mengadung ion positif , sedangkan susu mengandung ion negatif Oleh karena ion yang berlawanan, maka akan terjadi suatu reaksi yang bisa merusak anggota pencernaan. 
Rasulullah pun pernah mengingatkan kita untuk tidak makan makanan yang berasal dari laut dan darat secara bersamaan. Belakangan ini diketahui bahwa ternyata kedua jenis makanan tersebut memiliki tingkat kelarutan yang berbeda. Rasulullah adalah seorang yang tidak dapat membaca dan menulis. Namun, bagaimana seseorang dengan kekurangan seperti itu dapat menerapkan prinsip keseimbangan asam basa dalam pola makannya sehari-hari?? 
Sungguh ini adalah salah satu kebesaran Allah yang diberikan kepada nabi Muhammad. Oleh karena itu, kitasebagai umat Islam, harus menyadari betapa pentingnya sunnah Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari. 
Hal ini membuktikan bahwa agamadan ilmu pengetahuan dapat berjalan beriringan, bukan berlawanan. Wallahualam 
Nah itu salah satu sharing ilmu saya kali ini, mudah-mudahan bermanfaat ya dan ingat jaga pola makannya dan jangan berlebih-lebihan, insyaallah ada keberkahan di dalamnya jika kita bisa membatasi. :)

Bogor, 03 Sept 2015 


Sharing yuuuk..

Apa sih yang mau saya sharing??

Berbekal pengetahuan ikut grup sana sini tentang ilmu parenting, crafting, bisnis dan lain sebagainya, yang pernah saya bilang sebelumnya kalo ternyata akhirnya saya bisa nemuin passion saya, (hihihi telat bangget yaaa... :p ) dan sekarang waktunya saya berbagi ilmu yang pernah saya peroleh dan saya simak.

Bismillah, insyaallah kedepannya blog ini mudah-mudahan menjadi resume yang baik atas apa yang telah saya peroleh, berguna bagi saya sendiri khususnya yang jujur banget saya pelupa kalo ga ditulis, ( hehe )dan bisa berguna juga buat yang baca blog saya ini.

Okay dear, tunggu ya hasil resume sharing saya, insyaallah bakalan terbit setiap hari dengan menu yang berbeda beda (hihihi).


Rumah Kreasi Davina: Tak Kenal Maka Kenalan Dulu Yukkk

Rumah Kreasi Davina: Tak Kenal Maka Kenalan Dulu Yukkk: Assalamualaikum.. seperti kata pepatah tak kenal maka tak sayang, kalo saya bilang sih kalo tak kenal maka kenalan duluu yuuuk.. (hihihi) ...

Tolong jangan bilang anakku "pintar"....

Share dari blog nya Bunda Arum si #emakHS
http://ourlearningfamily.blogspot.com/2015/05/tolong-jangan-bilang-anakku-pintar.html

Good Article...

Tolong jangan bilang anakku “pintar”…. (Fixed Mindset Vs Growth Mindset)

Emangnya kenapa? Kata pujian “anak pintar” itu bukannya sebuah tanda penghargaan ya buat si anak? Plus dobel fungsi jadi topik obrolan basa-basi di ruang tunggu dokter, bangku di toko mainan, dan sambil mengawasi anak-anak main di taman? Triple plus di acara arisan keluarga, saat semua ponakan/cucu/kakak-adik lagi berkumpul bersama.
Lalu, ada apa dengan label “pintar” itu?
Beberapa bulan yang lalu, saya diberikan kesempatan untuk bantu menterjemahkan artikel pendidikan untuk sebuah program sekolah. Di antara sekian banyak artikel, satu yang benar-benar membuat saya berhenti, membaca berulang-ulang, dan berpikir kembali adalah artikel mengenai fixed vs. growth mindset.  Kedua kubu tersebut merupakan bahasan penelitian berjangka yang dilakukan oleh Carol Dweck, yg dipublish dalam bukunya yang berjudul Mindset: The New Psychology of Success (2006).
Dweck meneliti efek jenis pujian yang diberikan ke anak-anak:
satu kelompok dipuji “kepintarannya” (“You must be smart at this.”)
dan kelompok yang lain dipuji atas usaha (effort) mereka (“You must have worked really hard.”) setelah setiap anak menyelesaikan serangkaian puzzle non-verbal secara individual.
Puzzle di ronde pertama memang dibuat sedemikian mudah sehingga setiap anak pasti bisa menyelesaikannya dengan baik. Setelah dipuji, anak-anak tersebut diberikan pilihan jenis puzzle buat ronde kedua: satu puzzle yang lebih sulit daripada puzzle di ronde pertama, namun mereka akan belajar banyak dari mencoba menyelesaikan puzzle tsb; dan pilihan puzzle lainnya adalah puzzle yang mudah, serupa dengan yang di ronde pertama. 
Dari kelompok anak-anak yang dipuji atas usaha mereka, 90% anak-anak memilih rangkaian puzzle yang lebih sulit. Mereka yang dipuji atas kepintarannya sebagian besar memilih rangkaian puzzle yang mudah.
Lho, kenapa anak-anak yang dipuji “pintar” malah memilih puzzle yang mudah??
Menurut Dweck, sewaktu kita memuji anak karena kepintarannya, kita menyiratkan bahwa mereka harus selalu mempertahankan label “anak pintar” tsb, sehingga nggak perlu ambil risiko yang menyebabkan mereka akan berbuat salah alias terlihat “tidak pintar” (“look smart, don’t risk making mistakes.”)
Dalam ronde tes berikutnya, anak-anak itu tidak mempunyai pilihan: mereka semua harus menyelesaikan rangkaian puzzle yang diberikan memang dibuat sulit, 2 tahun di atas usia anak-anak itu. Seperti yang sudah diperkirakan, semua anak gagal menyelesaikannya. Namun, kelompok anak-anak yang dari awal dipuji atas usaha mereka menganggap mereka kurang fokus dan kurang keras upayanya untuk menyelesaikannya. Mereka menjadi sangat terlibat dan berusaha mencoba semua solusi yang dapat mereka pikirkan. Tak banyak dari mereka yang berkomentar bahwa “tes ini adalah yang paling saya sukai”.. kok gitu? Sedangkan kelompok yang dipuji atas kepintarannya menganggap kegagalan mereka sebagai bukti bahwa mereka sebenarnya memang tidak pintar. Tim peneliti mengamati bahwa anak-anak ini berkeringat dan tampak sangat terbebani selama mengerjakan tes.

Nah, setelah semua mengalami kegagalan, pada ronde tes terakhir, mereka diberikan tes yang dibuat semudah tes pada ronde pertama. Kelompok yang dipuji atas usaha mereka mengalami peningkatan skor hingga 30%. Sedangkan anak-anak yang diberitahu bahwa mereka “anak pintar” malah menurun skornya hingga 20%.

sudah curiga bahwa jenis pujian akan memberikan dampak, namun dia tidak menyangka sejauh ini efeknya. Menurutnya, “penekanan pada usaha memberikan anak-anak variabel yang bisa mereka kendalikan, mereka akan menilai bahwa mereka sendirilah yang pegang kendali atas kesuksesan mereka. Sedangkan penekanan pada kecerdasan alami justru mengambil kendali dari tangan anak dan menyebabkan cara berespons yang jelek terhadap sebuah kegagalan.”
Pada wawancara yang dilakukan setelahnya, Dweck menemukan bahwa mereka yang menganggap bahwa kecerdasan alami adalah kunci dari kesuksesan mulai mengecilkan pentingnya upaya yang diberikan. Penalaran mereka adalah “aku kan anak pintar, aku tidak perlu susah-susah berusaha”. Ketika mereka diminta untuk berusaha lebih keras, mereka malah menganggap hal tersebut sebagai bukti bahwa mereka nggak sepintar anggapan mereka. Efek jenis pujian ini terlihat pada penelitian yang dilakukan pada anak-anak pada kelas sosioekonomi yang berbeda-beda, baik pada laki-laki maupun perempuan, bahkan pada anak prasekolah juga menunjukkan adanya pengaruh.

Okay. Nafas dulu. Setidaknya, saya setelah baca hasil penelitiannya harus ambil nafas dan bercermin. Anak sulungku sudah sering dipuji “pintar”, alhamdulillah. Tapi memang pada beberapa kesempatan, dia enggan mencoba hal-hal baru (yang menurutnya susah) dan sempat mudah menyerah ketika mengalami hambatan, misalnya dalam upayanya membuat kreasi Lego sendiri (tanpa instruksi) atau saat dia latihan lagu piano yang lebih susah buat lomba. Kalau menggambar bebas, masih suka frustrasi saat “salah” dan minta ganti kertas atau malah ganti kegiatan yang lain. Oh my little boy, I’m so sorry. I didn’t know. Apalagi dia termasuk anak yang introvert dan lebih mudah cemas. Nah, jelas kan kenapa penelitian ini sangat menohok buat saya.

Meskipun saya dulu pernah baca artikel yang menyebutkan kenapa lebih baik memuji upaya daripada hasil, namun saya baru kali ini membaca penelitian yang terkait. Dan jadi sadar betul betapa besar efeknya jenis pujian yang kita berikan. Namun demikian, old habits die hard. Especially with the older generation. Gimana caranya saya ngasih tau ke mertua kalau mau muji cucunya tersayang, jangan bilang kalau dia “pinter” melainkan harus memuji upaya kerasnya? Padahal budaya kita sangat sarat dengan “label” pada anak-anak, dengan label “anak pintar” menjadi primadona segala label. Belum lagi kebiasaan membandingkan anak satu dengan anak lainnya, cucu satu dengan cucu lainnya. Oh boy, pe-er nya banyak banget ini.

Okay , balik lagi ke konsep growth vs. fixed mindset , jadi intinya anak-anak yang dipuji atas upaya mereka akan memiliki growth mindset, bahwa otak itu adalah sebuah otot, yang makin “dilatih” maka akan semakin kuat dan terampil. Dilatihnya ya dengan tantangan, masalah, dan kesalahan yang harus diperbaiki dan diambil hikmahnya. Sedangkan anak-anak dengan fixed mindset menanggap pintar/tidak pintar itu sudah dari sananya dan nggak bisa diubah. Jadi mereka cenderung menghindari hal-hal yang membuat mereka tidak terlihat pintar dan tidak menyukai tantangan, mementingkan hasil akhirnya.

Dweck memberikan beberapa perbedaan fixed vs. growth mindset dalam bukunya:
a.      Fixed mindset (FM)mengkomunikasikan ke anak-anak kalau sifat dan kepribadian mereka adalah permanen, dan kita sedang menilainya. Growth mindset (GM) mengkomunikasikan ke anak-anak kalau mereka adalah seseorang yang sedang tumbuh dan berkembang, dan kita tertarik untuk melihat perkembangan mereka.
b.     Nilai yg bagus akan diatribusikan pada “kamu emang anak yang pintar” pada FM. Sedangkan GM akan mengatakan “Nilai yg bagus!  Kamu telah berusaha keras/menerapkan strategi yang tepat/berlatih dan belajar/tidak menyerah.”
c.      Nilai yang jelek akan diartikan sebagai “kamu memang lemah pada bidang ini” dengan FM. GM akan mengatakan “saya suka upaya yang telah kamu lakukan, tapi yuk kita kerjasama lebih banyak lagi untuk mencari tahu bagian mana yang kamu belum pahami”. “Kita semua punya kecepatan belajar yang berbeda, mungkin kamu butuh waktu yang lebih lama untuk mengerti ini tapi kalau kamu terus berusaha seperti ini, aku yakin kamu akan bisa mengerti.” “Semua orang belajar dengan cara yang berbeda, ayo kita terus berusaha mencari cara yang lebih cocok untuk kamu.”
d.     FM: “wah, kamu cepet banget menyelesaikannya, tanpa salah lagi!” GM: “Ooops, ternyata itu terlalu mudah buat kamu ya. Saya minta maaf sudah membuang waktumu, ayo cari sesuatu yang bisa memberikan pelajaran baru buat kamu.”
e.      FM mementingkan kecerdasan atau bakat dari lahir. GM mementingkan proses belajar dan kegigihan berusaha (perseverance).
f.       FM percaya kalau tes mengukur kemampuan. GM percaya kalau tes mengukur penguasaan materi dan mengindikasikan area untuk pertumbuhan.
g.      Guru dengan FM menjadi defensif mengenai kesalahan yang dia lakukan. Guru dengan GM merenungkan kesalahannya secara terbuka dan mengajak bantuan dari anak-anak lagi supaya bisa menyelesaikan masalahnya.
h.     Guru dengan FM memiliki semua jawaban. Guru dengan GM menunjukkan ke anak-anak bagaimana dia mencari jawaban-jawaban tersebut.
i.        Guru dengan FM menurunkan standar supaya anak-anak bisa merasa pintar. Guru dengan GM mempertahankan standar yang tinggi dan membantu setiap siswa untuk mencapainya.

Hosh-hosh, mulai kelihatan kan bedanya? Kami sudah mulai berusaha mengubah cara kami memuji anak-anak, tapi menang butuh waktu dan upaya ekstra untuk mengubah kebiasaan yang sudah lama, apalagi dengan lingkungan teman-teman dan saudara dan orang-orang yang tidak dikenal yang SKSD. Plus, kosa kata “you worked hard… ” itu kalau diterjemahakan ke dalam Bahasa Indonesia itu masih terdengar tidak umum plus panjang, “kamu udah bekerja/berupaya keras ya untuk….”--- masih lebih praktis bilang “anak pinter”, hehehe. Yah, namanya juga sudah membudaya. Belum lagi ada ucapan bahwa kata-kata adalah doa. Akupun sepakat dengan itu. Jadi jangan salah sangka, bukannya nggak boleh memuji, tapi pujilah upaya mereka. Dan penelitian ini khusus berkenaan dengan persepsi terhadap kecerdasan ya, bukan label-label lain seperti sholeh/sholehah, rajin, empatik, penyayang, dsb. Jadi pentingnya perubahan mindset dari fixed menjadi growth supaya anak-anak (dan kita sebagai orang tua juga) nggak terpaku hanya pada hasil. Kalau menurut saya, terlalu terpakunya masyarakat kita pada hasil malah melahirkan upaya-upaya negatif untuk mencapai hasil yang “baik” di mata orang, terlepas caranya. Makanya ada bocoran soal UN, contekan ulangan, lalu stress berlebihan atas sebuah kegagalan. Kalau pada anak sulung saya, ya kelihatan pas dia ngambek nggak mau lanjut latihan sebuah lagu di piano karena “susah”, nggak mau nyoba gambar karena takut “jelek”, dan nggak mau nyoba bikin freestyle build dari Lego karena “susah”.

Buat saya, kalau ada yang mengatakan anak-anak “pintar”, maka saya akali dengan langsung menimpali secara halus plus senyum manis dengan komentar atas usahanya anak-anak. Misalnya, tante A, “Wah Little Bug udah pinter main pianonya…”, lalu saya menimpali dengan “Alhamdulillah, Little Bug selama ini rajin latihan dan nggak nyerah kalau belum bisa.” Atau “Little Bug dah pinter ya bacanya” “lalu saya bilang “alhamdulillah, Little Bug tiap hari berusaha baca buku-buku baru dan kalau ada kata-kata yang susah, dia akan berusaha membacanya”. Intinya, nggak pernah lupa untuk memuji usaha/prosesnya. Dan nggak lupa mendoktrin secara berulang tentang otak sebagai otot yang semakin kuat kalau dilatih dengan tantangan. Intinya, menekankan bahwa they are special just the way they are. Bahwa kami bangga karena dia berusaha mencoba meskipun menantang, dan gak menyerah meskipun gagal. Hal-hal seperti itu yang suka tertutup oleh pujian “anak pintar”. Terlebih karena kami homeschool, jadi kelihatan banget gregetnya kalau anak belum bisa maupun kelihatan ketika dia sengaja menghindari sesuatu yang tampak “susah” atau “baru” buat dia, belum lagi kalau ngambek ketika gagal atau hasilnya “nggak perfect”. Jadi ngeh juga, mungkin salah satu alasan kenapa anak-anak Jepang itu begitu rajin adalah karena sejak kecil, pujian setelah melakukan sesuatu umumnya adalah “yoku ganbatta ne” atau “kamu sudah banyak berusaha” dan “otsukaresamadeshita” (terima kasih atas kerja kerasnya), mau apapun hasilnya. 

Kita bisa berusaha dan perlahan, insyaaAllah akan lebih positif kepribadian anak-anak kita. Daripada mengeluhkan, mendingan berusaha dan berdoa, semoga Allah bisa membentuk jiwa anak-anak dengan kelembutan-Nya sehingga kelak menjadi anak-anak sholeh/sholehah yang berani menghadapi tantangan demi menghasilkan kebaikan. Semoga artikel ini bisa memberikan sudut pandang yang berbeda buat kita semua.

Referensi:
1.       Dweck, Carol. (2006). Mindset: The New Psychology of Success.
2.       Bronson, Po. (2007). How Not To Talk to Your Kids: The Inverse Power of Praise. http://nymag.com/news/features/27840/#

My Passion

this is my passion (maybe, hahaha) tapi setidaknya saya merasa nyaman dengan keadaan ini, entah kenapa ada ketenangan tersendiri saat merasakan imajinasi ini, setidaknya pengobat jenuh dengan kondisi sekarang, *hufth..

yaaaak, ga bisa dihindari juga klo sekarang emang saatnya berhijrah, hijrah untuk menjadi lebih baik it's must dan tidak ada kata tawar menawar, trus gimana klo mau hijrah dari kondisi yang sekarang? saya berfikir sih mudah saja, but.... terlalu banyak pertimbangan nya.. hiks hiks... 

So, sebenernya apa sih yang saya mau??? jawabannya adalaaaah... (setelah pesan-pesan yang berikut ini... hahahha) jawaban ngaco nih, yes, saya memang lagi ngaco, ngaco sepenuhnya. HEHEHE

I want to be a mother for my daughter (full time) aamiiin
I want to be a mompreneur, aamiiin
I want to be a wife sholiha (istri solehah) aamiiin
I want to be a daughter yang bisa bahagiain keluarga. aamiiin
etc etc etc ...

masih banyak lagi,,

Semua itu belum bisa saya jalanin dengan baik, terkadang saya suka bingung dengan sikap saya sendiri, yes i want to be a full time mother, tapii... mikir lagi,, aah.. semoga allah memberikan jalan yang terbaik dengan kondisi saya sekarang. 

akhirnya, daripada meratapi kondisi saya yang sekarang, saya coba niih buat jadi ibu yang baik buat #davinaku sekaligus masih menjabat sebagai kuli, saya dikenalkan dengan banyak teman (walaupun kita masih belum ketemu di dunia nyata) saya coba ikut komunitas - komunitas di whats app, alhamdulillah.. ini mungkin passion saya, saya merasa tertarik dengan dunia parenting ini, selain parenting saya pun tertarik dengan dunia crafting, yang ternyata dua passion saya ini jika terbentuk bisa menjadikan saya kuat untuk hijrah dari kondisi sekarang.

yupps, parenting and crafting is my passion.

thanks to : @islamic parenting community , komunitas pertamaku di whats app yang membuka mata saya bahwa menjadi ibu itu indah sekali, melihat pertumbuhan anak kita setiap hari merupakan hal yang sangat luar biasa, semangat dan kekeluargaan yang diciptakan merasa sangat nyaman, thank uni Shona yang sudah menciptakan kekeluargaan ini.
@Institut Ibu Profesional Bogor, belajar menjadi ibu yang cekatan, ibu yang sayang, dan mungkin bisa menjadikan saya ibu yang produktif, rumah belajar yang sangat inspiratif dan memberikan banyak ilmu.
@IHQ (Ibunda Hafiz Quran), membekali ilmu keagamaan saya, yang insyaallah bisa menjadi ladang amal yang banyak, bagaimana mengajarkan anak kita untuk terus taat kepada Allah SWT dan mencintai Rasulullah SAW.

Bogor, 27 Mei 2015






Hasil karyakuuu

Alhamdulillah ya allah,
Akhir nya boneka jari dan bros nya laku, hihihi daaaan waiting list pesanan menunggu, ,
Hiaaaatssss semangaaaat,, hikss *penuh haru*

Yang tadinya cuman iseng, ternyata bisa jadi pembuka rezeki,, :D

Bismillahirrahmaanirrohiiim, semoga ini salah satu pembuka jalan rezeki ku dan keluarga ku y lain,,

Gimana nih hasilnya? Mudah mudahan sesuai pesanan yaaa,,

Lets goo, berkreasi dan belajar kembali..

*ambil alat alat*

 
Coretanku, Imajinasiku, Ceritaku Blog Design by Ipietoon